Ekosentrisme Orang Mandar
Oleh: Usman Suhuriah, Wakil Ketua DPRD Sulbar
Pandangan ekologi orang mandar ini sedikitnya sama dipahami dalam paradigma ekosentrisme umumnya. Dari sastra lisan kalinda’da’ : “alang kenje’ membolong di alang kaiyyang, alang kaiyyang membolong di alang kenje”, ini menyiratkan kesejatian manusia dan relasinya dengan alam raya. Manusia dan alam raya adalah dua entitas tak berbeda. Keduanya berasal dari “kesatuan” penciptaan. Karenanya tidak ada yang superior imperior.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sebagaimana Arnes Naess filsuf asal Norwegia dengan pandangan ekosentrisme-nya jelas menentang superioritas manusia sebagai bukan pusat kepentingan (antroposentrisme).
Baik Arnes Naess maupun filsuf lain -dihubungkan dengan kesadaran manusia terhadap alam raya, maka sejauh ini moyang orang mandar silam sudah lama memiliki pandangan ekosentrisme sebelum seperti Arnes Naess (1973) datang menentang superioritas manusia dan membela ekosentrisme.
Tetapi satu hal, maaf mungkin latah ! – bahwa kesadaran ekosentrisme manusia mandar masa silam ini tampak tidak berhenti sebagai kesadaran ekosentrisme saja tetapi malah lebih menukik sebagai kesadaran spritual sekaligus. Wallahu a’lam.
(@Lal)