OPINI : HMI: Dari Rumah Peradaban ke Lapak Kepentingan
Penulis : Fkhyd (Alumni BASTRA HMI)
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
SULBARPEDIA.COM, – Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) pernah menjadi lentera intelektual bangsa. Ia bukan sekadar organisasi mahasiswa, melainkan ruang pergulatan gagasan, tempat menempa insan-insan yang berdiri tegak atas nilai Islam, kebangsaan, dan pengabdian. Dari rahim HMI lahir negarawan, intelektual, dan aktivis besar yang memberi warna bagi perjalanan republik ini.
Namun kini, gema kejayaan itu kian sayup. Nama besar HMI seperti berjalan menuju arsip sejarah, bukan masa depan. Ruh perjuangan yang dulu membara perlahan meredup, digerus oleh pragmatisme politik dan ambisi personal.
Potret kemunduran paling telanjang terlihat setiap menjelang Konferensi Cabang. Forum yang seharusnya menjadi ruang dialektika justru berubah menjadi panggung transaksional. Komisariat yang dahulu menjadi kawah kaderisasi kini kerap terjebak menjadi alat politik kelompok.
Dukungan bukan lagi soal gagasan dan integritas, tetapi soal fasilitas, janji posisi, bahkan politik uang. Demokrasi internal kehilangan kesakralannya, digantikan kalkulasi kepentingan. Ironis—organisasi yang dulu menolak kooptasi eksternal kini tersandera kepentingan dari dalam.
HMI pernah menjadi penopang moral bangsa. Namun sebagian kader hari ini cenderung memperlakukan organisasi sebagai kendaraan politik. Alih-alih menjadi pengawal kebijakan publik, mereka justru ikut mengamini kekuasaan yang mereka kritik dahulu.
Sebagian alumni bahkan larut dalam lingkaran oligarki, mengklaim nama HMI, tetapi lupa menjaga marwahnya. Pengkhianatan terbesar terhadap cita-cita HMI bukan datang dari luar—melainkan dari orang-orang yang memakai label hijau-hitam untuk kepentingan pribadi.
Hari ini, ruang-ruang diskusi sepi, berganti rutinitas administratif. Kader sibuk mengisi laporan daripada membaca buku, sibuk mencari restu senior daripada berdebat soal ide.
Budaya intelektual yang dulu menghidupkan organisasi perlahan terkikis. Forum kaderisasi kering nilai, dan diskusi strategis kalah oleh agenda seremoni. Ini bukan hanya kemunduran—ini kematian pelan-pelan atas nalar kritis HMI.
Krisis HMI bukan hanya struktural, tetapi moral. Konsep insan cita kini sering berhenti sebagai slogan. Praktik manipulasi data, penggelembungan peserta, hingga transaksi suara menjadi cerita umum. Bahkan konflik fisik antar kader menjadi fenomena yang memalukan organisasi mahasiswa sebesar HMI.
HMI yang dulu menjadi teladan etika kini justru berjuang memulihkan diri dari degradasi marwah.
Di tengah arus digital dan disrupsi global, HMI tampak gagap. Minim agenda besar tentang Islam progresif, teknologi, lingkungan, atau pemberdayaan ekonomi umat. Sementara organisasi lain bergerak mengikuti zaman, HMI justru sibuk dengan intrik internal.
Tidak mengherankan jika banyak mahasiswa mulai menjauh. HMI, bagi mereka, bukan lagi simbol pembaharuan, tetapi simbol kejayaan masa lalu yang belum tentu relevan bagi masa depan.
Namun perjalanan ini belum harus berakhir. Harapan masih ada, bila HMI berani melakukan revolusi nilai—bukan dari puncak struktur, tetapi dari komisariat sebagai fondasi gerakan.
HMI harus kembali menjadi rumah gagasan, bukan lapak transaksi. Kader harus menolak politik uang, menegakkan integritas, menghidupkan nalar kritis, dan merawat nilai Yakin Usaha Sampai dalam makna sesungguhnya. Kebangkitan HMI tidak datang dari janji politik, tetapi dari kesadaran moral bahwa perjuangan adalah ibadah, bukan karier.
Kini HMI berdiri di persimpangan sejarahnya sendiri: Menjadi fosil kebesaran masa lalu, atau kembali menjadi mercusuar moral bangsa. Masa depan organisasi ini berada di tangan kader yang menjaga nilai, merawat marwah, dan menjadikan Nilai Dasar Perjuangan sebagai kompas.
Inilah para penjaga credo—mereka yang tetap tegak ketika sebagian memilih menjual nama demi kuasa. Pada akhirnya, perjuangan bukan soal konsensus yang mematikan nurani, tetapi keberanian mempertahankan kebenaran di tengah badai kepentingan. Dan di tengah gelapnya zaman pragmatis, mereka yang menjaga bara ideologis itulah pewaris sejati marwah HMI.
YAKUSA!












