SULBARPEDIA.COM, – Anak perusahaan raksasa agribisnis PT Astra Agro Lestari, yakni PT Letawa, resmi dilaporkan ke Kepolisian Daerah Sulawesi Barat (Polda Sulbar) atas dugaan tindak pidana korporasi. Perusahaan yang telah beroperasi selama tiga dekade di Kabupaten Pasangkayu itu dituding mengelola lahan perkebunan sawit di luar Hak Guna Usaha (HGU) tanpa izin resmi.
Laporan tersebut diajukan oleh Kantor Hukum HJ Bintang & Partners, yang menjadi kuasa hukum Asosiasi Petani Sawit Pasangkayu (APSP), berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 22 April 2025.
“Dengan ini kami melaporkan dugaan tindak pidana korporasi yang dilakukan oleh PT Letawa, berupa pengelolaan usaha perkebunan di luar HGU sah dan tanpa Izin Usaha Perkebunan (IUP), sebagaimana diatur dalam ketentuan hukum yang berlaku,” ujar Managing Partner HJ Bintang & Partners, Hasri, S.H., M.H., kepada wartawan, Sabtu (3/5/2025).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Hasri, yang akrab disapa Jack, menjelaskan bahwa laporan ini didasarkan pada sejumlah temuan, termasuk hasil investigasi lapangan, verifikasi dokumen, serta aduan masyarakat.
“PT Letawa diduga kuat mengelola perkebunan di luar HGU resmi miliknya tanpa dasar hukum yang sah dan tanpa proses pembebasan lahan atau ganti rugi kepada masyarakat. Tidak ditemukan pula IUP untuk wilayah operasional di luar HGU tersebut,” ungkapnya.
Ia menyebutkan, aktivitas ilegal ini bukan hanya berdampak pada kerugian ekonomi dan sosial masyarakat sekitar, tetapi juga melanggar berbagai ketentuan hukum, seperti: Pasal 42 ayat (1) dan Pasal 55 huruf a UU Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan, yang telah diubah oleh UU Cipta Kerja. Pasal 107 huruf a dan d UU Perkebunan, dengan ancaman pidana hingga 4 tahun penjara atau denda maksimal Rp 4 miliar. Ketentuan pemberatan pidana korporasi sebagaimana Pasal 113 UU Perkebunan, yaitu penambahan sepertiga dari pidana denda.
Selain itu, Putusan Mahkamah Konstitusi No.138/PUU-XIII/2015 juga menegaskan bahwa pelaku usaha perkebunan wajib memiliki hak atas tanah dan izin usaha secara bersamaan, tidak bisa hanya salah satunya.
Untuk mendukung laporan tersebut, pelapor turut melampirkan sejumlah alat bukti permulaan, Seperti Salinan Sertifikat HGU PT Letawa, peta overlay yang memperlihatkan wilayah operasional di luar HGU, Foto dan video aktivitas di lahan yang disengketakan, Surat keterangan dari pemerintah desa dan masyarakat, Bukti ketiadaan IUP di wilayah bersangkutan, Kronologi konflik agraria, serta testimoni masyarakat terdampak.
HJ Bintang & Partners juga menyampaikan permohonan kepada Polda Sulbar untuk segera:
1. Menyelidiki dan menyidik dugaan pidana korporasi ini,
2. Melakukan cek lapangan bersama Badan Pertanahan Nasional (BPN),
3. Memanggil dan memeriksa pihak manajemen PT Letawa,
4. Menyita hasil perkebunan dan lahan di luar HGU,
5. Menerapkan pertanggungjawaban pidana terhadap korporasi dan pihak terkait.
“Perambahan lahan di luar HGU tanpa dasar hukum yang sah adalah tindakan melawan hukum yang tak dapat dibenarkan. Kami percaya Polda Sulbar akan menjalankan proses hukum ini secara adil dan akuntabel,” tegas Hasri.
Laporan ini menjadi babak baru dalam sengkarut agraria yang melibatkan korporasi besar dan masyarakat lokal di Sulawesi Barat. Masyarakat kini menunggu langkah tegas aparat penegak hukum demi keadilan dan perlindungan terhadap hak-hak petani.
(Rls/Wid)