Yayasan Kajian Pembangunan Masyarakat (YKPM) Makassar bekerjasama dengan Institut Lingkaran Pendidikan Alternatif (Kapal) Perempuan menggelar sosialisasi secara menyeluruh undang-undang (UU) nomor 12 tahun 2022 tentang tindak pidana kekerasan seksual (TPKS).
Kegiatan sosialisasi itu berlangsung di salah satu cafe di Kota Mamuju pada Minggu (18/9/2022). Hadir sebagai pembicara Direktur YKPM Makassar Mulyadi Prayitno, Kepala Desa Kalepu Indo Upe dan Ketua Baznas Sulbar Ahmad.
Program Desa Inklusi melalui Gender Equality, Disability, dan Social Inklusion (GEDSI) dilakukan sebagai upaya peningkatan akses pelayanan umum masyarakat. Muliyadi mengatakan setalah program tersebut berjalan timnya menemukan beberapa warga yang tidak mendapatkan akses pelayanan umum.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Setelah berjalan program itu, kita temukan ada warga yang belum memiliki identitas seperti KTP. Bahkan ada ibu penyandang disabilitas belum punya juga KTP. Itu contoh bahwa kaum marginal ada dan tidak tersentuk akses itu,” kata Mulyadi.
Mulyadi menambahkan pentingnya sosialisai Undang-undang TPKS menyentuh pedesaan yang minim memperoleh akses informasi. UU TPKS disebutnya merupakan UU yang lengkap melindungi perempuan dari ancaman kekerasan seksual.
“UU TPKS ini harus diketahui secara luas oleh masyarakat. Agar ancaman kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak tidak terjadi. Selain itu, apabila terjadi kekerasan seksual agar segera dilaporkan dan tidak ditutup-tutupi,” imbuhnya.
Sementara itu, Kepala Desa Kalepu Indo Upe mengungkapkan lewat program inklusi ini banyak membantu pemerintah desa mulai dari pembentukan tim di desa, sehingga masyarakat bisa melaporkan jika ada yang melakukan tindak kekerasan terhadap perempuan.
“Kita juga buat sekolah perempuan. Jadi bagaimana keterlibatan dari segala aspek pemerintah seperti perencanaan, pelaksanaan, kemudian monitoring, dan semua sistem yang ada di desa,” ucap Indo Upe.
Ia mengaku program desa inklusi telah berjalan selama enam bulan dan sudah bisa mengumpulkan sejumlah data penting.
“Data seperti masyarakat yang tidak memiliki KTP, tidak memiliki buku nikah, akta cerai, kartu identitas anak, termasuk perempuan-perempuan korban kekerasan,” jelasnya.
Terkait sosialisasi undang-undang tindak pidana kekerasan seksual, pihaknya pun telah terjun langsung membekali pengetahuan masyarakat.
“Baik yang kekerasa fisik maupun non fisik,” ucapnya.
Dari hasil pendataan tersebut, Indo Upe mendapati lebih dari 60 kasus kekerasan seksual yang terjadi di desanya.
“Lebih banyak dari rumah tangga, karena selama ini mereka belum terlalu memahami contohnya pemaksaan saat berhubungan suami istri,” pungkasnya.