SULBARPEDIA.COM, – Asosiasi Petani Sawit Pasangkayu (APSP) melalui kuasa hukumnya dari Kantor Hukum HJ Bintang & Partners, melayangkan surat pengaduan kepada Kapolda Sulbar. Mereka menyoroti dugaan ketidaknetralan dan tekanan korporasi dalam penanganan laporan dugaan tindak pidana perkebunan oleh PT Letawa, anak perusahaan PT Astra Agro Lestari (AAL).
Dalam surat bertanggal 27 Mei 2025 yang ditandatangani Hasri, SH., MH., kuasa hukum APSP, disebutkan lima poin utama dugaan ketidakadilan penyidikan oleh Ditreskrimsus Polda Sulbar.
APSP sebelumnya melaporkan PT Letawa ke Ditreskrimsus Polda Sulbar pada 7 Mei 2025, dengan nomor laporan LI/50/V/RES.5/2025/Tipidter. Namun, baru mendapat Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) pertama pada 16 Mei, itupun setelah diminta langsung.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sebaliknya, laporan balik dari perusahaan terhadap tujuh warga yang masuk tanggal 26 Mei 2025 (LI/62/V/RES.5/2025/Tipidter) langsung ditindaklanjuti keesokan harinya dengan pemanggilan klarifikasi.
Kuasa hukum menilai, PT Letawa menyalahgunakan Pasal 55 dan 107 UU Perkebunan untuk menjerat petani yang sedang memperjuangkan hak atas tanahnya. Padahal, menurut mereka, pasal-pasal tersebut semestinya ditujukan untuk pelaku usaha, bukan petani kecil.
“Dirreskrimsus seharusnya membaca Putusan MK No. 138/PUU-XIII/2015 secara utuh, bukan asal panggil warga,” tegas Hasri.
Hasri juga menyebut adanya dugaan intimidasi verbal dari oknum penyidik yang mengancam warga dengan pasal pidana hingga 10 tahun penjara. Bukti rekaman percakapan telah diamankan oleh pihak kuasa hukum.
Selain itu, laporan perusahaan ke Ditreskrimsus juga diduga cacat formil karena sebelumnya sudah pernah dilaporkan ke Ditreskrimum, yang dapat diartikan sebagai bentuk tekanan balik kepada warga.
Melalui surat tersebut, APSP mendesak Kapolda Sulbar untuk Memberikan perlindungan hukum kepada masyarakat pelapor, Mengevaluasi penyidik Subdit IV Tipidter Ditreskrimsus Polda Sulbar yang dinilai tidak netral, Menginstruksikan audit prosedur dan etika oleh Propam dan Wasidik, Menjamin independensi dan profesionalitas penyidikan tanpa intervensi korporasi.
“Kami ingin menegaskan bahwa petani bukan penjahat. Mereka korban sistem yang timpang. Jika hukum tunduk pada korporasi, tak ada lagi ruang keadilan bagi rakyat kecil,” pungkas Hasri.
Surat pengaduan tersebut juga ditembuskan ke Propam dan Wasidik sebagai bentuk permintaan pengawasan internal terhadap dugaan pelanggaran etik penyidik.