BIROKRASI
SULBAR, MERIT SISTEM
ATAU SPOIL SISTEM ?
Usman Suhuriah
Wakil Ketua DPRD Sulbar I Fraksi Golkar
Menarik untuk menanyakan ulang apakah yang berkembang di Sulbar terkait dengan birokrasi. Dikembangkankah dengan pola lebih moderen, efektif serta relevan dengan masa depan. Atau tetap mempertahankan cara-cara lama ? Perihal ini penting untuk terus digugat ulang. Mengingat birokrasi adalah penentu bagi berkembangnya daerah ke arah kemajuan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Beberapa referensi menyebutkan, kecenderungan birokrasi dikenali dengan dua bentuk ; yakni, _birokrasi moderen,_ dan _birokrasi tradisional._ Birokrasi moderen ditandai dengan melekatnya pola lebih terukur, rasional, dapat dipertanggungjawabkan. Birokrasi tradisional lebih ditunjukan dengan pola irasional, tidak terukur dan tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Terkait hal tersebut, maka dapat dilihat apa yang hendak dikembangkan, maupun yang hendak dipilih. Kehendak memilih untuk mengembangkannya, maka akan berkaitan dengan dua pilihan. _Pertama,_ memilih menumbuhkan protipe birokrasi dengan merit sistem. Merit sistem menurut batasannya adalah penempatan aparatur (ASN) didasarkan pada landasan yang bersifat ilmiah, obyektif, dan hasil prestasi kerja, berupa out put dan produktifitas kerja, jumlah kesalahan yang dibuat serta absensi dan disiplin aparatur yang baik.
_Kedua,_ apakah memilih untuk mengembangkan model spoil sistem. Spoil sistem menurut batasannya adalah penempatan aparatur (ASN) atas landasan kekeluargaan. Atau sekurang-kurangnya aparatur ditempatkan tidak berdasar pada pengukuran yang secara ilmiah maupun obyektifitasnya dapat dipertanggungjawabkan.
Menggambarkan pilihan bagi merit sistem terlihat lewat kebijakan dan manajemen ASN berdasarkan kualifikasi, kompetensi dan kinerja secara adil dan wajar. Tanpa membedakan latar belakang politik, ras, warna kulit, agama, asal usul, jenis kelamin, status pernikahan, umur atau kondisi kecacatan.
Sementara menggambarkan pilihan spoil sistem ditunjukan, seperti pengangkatan para ASN atau karyawan dalam suatu jabatan. Namun berdasarkan selera pribadi atau berdasarkan kepentingan suatu golongan. Tegasnya, penempatan aparat dilakukan berdasarkan kedekatan politik, sehingga menimbulkan politisasi birokrasi ?
Mengetengahkan birokrasi di Sulbar dengan pilihan merit sistem atau spoil sistem, tentunya membutuhkan penelahan. Sambil melihat bagaimana pola yang dipilih selama ini. Bagaimana pola tersebut dipraktekan. Bila dipraktekan dengan pola merit sistem, maka ASN akan mendapatkan ruang kompetisi serta kepastian dalam bekerja. Tanpa ada keraguan, lantaran aktivitas yang dijalani sehari-hari semuanya telah diukur.
Bila dipraktekan dengan merit sistem, kalangan ASN akan mendapatkan jaminan dan kepastian karir. Jaminan dan kepastian tersebut akhirnya membawa sistem birokrasi, bagi birokrat memiliki orientasi yang konsisten sebagai birokrat profesional. Tanpa ada kekuatiran maupun spekulasi. Berdasarkan praktek ini, birokrasi yang sehat dan produktif lebih mungkin tumbuh, lebih mungkin kompetitif, serta memungkinkan tumbuhnya kompetensi aparatur yang kuat dan membanggakan.
Akan halnya dengan praktik spoil sistem. Dengan mendasarkan pada landasan kekeluargaan, atau karena kedekatan politik. Tentu dengan cara ini membawa suasana birokrasi lebih spekulatif dan menimbulkan persaingan tidak sehat. Untuk akhirnya birokrasi memperlihatkan coraknya sebagai birokrasi politik. Jauh dari khasanah birokrasi yang membebaskan diri dari politisasi.
Mengehendaki pilihan birokrasi dengan pola merit sistem di daerah ini, sebagaimana telah disuarakan berkali-kali ke pihak pemerintah daerah agar secepatnya diterapkan, tampak belum sepenuhnya dijalankan. Dengan melihat sisi kepastian pengaturannya. Kesungguhan penerapannya lewat kebijakan yang memaksa agar sistem merit ini dipraktekan adalah belum terlihat. Belum ditunjukan secara terbuka.
Dibutuhkan kesungguhan baru untuk menerapkan merit sistem sebagai pilihan. Untuk meninggalkan praktek birokrasi spoil sistem. Yang sebenarnya sangat menggangu kesehatan birokrasi kita. Menerapkan merit sistem secara konsisten, sama berarti menyingkirkan praktek spoil sistem yang tidak sehat.
Desakan kesungguhan ini tentu terpulang kepada para pimpinan birokrasi. Berikut penjabat gubernur Sulbar saat ini. Untuk melihat ke merit sistem sebagai pilihan kebijakan yang sudah tidak dapat ditawar-tawar lagi.
Menawar-nawar untuk belum memilih merit sistem ini atau masih membiarkan birokrasi di daerah ini dengan spoil sistem (bukan sepenuhnya merit sistem), adalah sama artinya belum menginginkan birokrasi kita menjadi pendorong kemajuan. Atau ekstrimnya, sama artinya belum kita menginginkan daerah ini menjadi lebih maju. Wallahu a’lam.
(Lis/Lal)