MAMUJU, Kepala Kantor Unicef Makassar Henky Widjaja menjelaskan,terindekteksi penyebaran Malaria di Sulbar 1000/1 (seribu penduduk persatu penduduk), dimana terdapat tiga daerah di Sulbar belum mendapatkan sartifikat bebas dari Malaria yang berada di level tersebut.
“Cuma ada masalah ada kerentangan secara Provinsi,ada kerentangan karena luasan perkebunan Sawit. Jadi ada dibeberapa wilayah itu, ada perluasan Sawit sehingga berkontribusi untuk habitat nyamuk,” terangnya, selasa (22/1/2019) saat diwawancarai.
Lanjut dikatakannya,secara umum akses pelayanan kesehatan di daerah perkebun juga sangat buruk,ditambah kondisi jalan yang sangat memperhatinkan sehingga pemerintah tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan tidak maksimal.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Secara rata-rata kasusnya itu dibawah 1/1000 penduduk,cuma ada resiko kerentanannya. Masalah resiko lainnya adalah perantauan,jadi banyak penduduk Sulbar pergi merantau ke-Kalimantan,Ke-Papua,dimana kedua wilayah ini potensi Malarianya sangat tinggi. Ketika mereka masuk kembali ke-Sulbar ,itu survailen atau monitoring terhadap mereka yang pulang punya kasus Malaria masih lemah,” terangnya.
Dia juga menambahkan,dalam memonitoring kasus tersebut, Pokja harus meningkatkan pengawasan pada pintu-pintu masuk mulai dari Pelabuhan, Bandara dan Desa dimana masyarakat itu menetap.
“Ini perlu diperhatikan,selain itu perlu juga kerjasama dengan pintu masuk pelabuhan dan bandara perlu diperhatikan. Dari kasus-kasus yang kami temukan,ada penekanan terhadap kasus-kasus Malaria imigrasi itu kuncinya ada di pintu masuk. Terutama di level Desa kalau ada pulang dari rantau punya rewayat Malaria harus ada penindakan cepat dari pemerintah,” sambungnya.
Ia juga menyatakan,secara nasional semakin banyak perluasan perkebunan Sawit penyebaran Malaria juga semakin tinggi.
(Zul)