SULBARPEDIA.COM, Majene, — Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Majene menyatakan keprihatinan mendalam sekaligus sikap tegas menyusul terungkapnya kasus seorang oknum anggota kepolisian di Kabupaten Majene yang diduga terlibat sebagai bandar narkotika jenis sabu.
Berdasarkan informasi yang terungkap ke publik, oknum anggota Polri berinisial Aipda AK diketahui sempat melarikan diri sebelum akhirnya menyerahkan diri ke Kantor BNNP Sulawesi Barat pada 19 November 2025. Dalam proses pemeriksaan, Aipda AK mengakui keterlibatannya. Saat ini, Aipda AK bersama seorang warga sipil berinisial HM telah ditahan dan menjalani proses hukum di BNNP Sulbar.
Keduanya dijerat Pasal 114 dan Pasal 132 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, terkait dugaan peredaran narkotika dan permufakatan jahat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
HMI menilai peristiwa ini sebagai alarm keras atas lemahnya pengawasan internal di tubuh Polres Majene. Keterlibatan aparat penegak hukum dalam jaringan narkotika dinilai tidak hanya mencederai hukum dan sumpah jabatan, tetapi juga berpotensi menggerus kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian di daerah.
“Ini bukan sekadar kesalahan individu. Fakta bahwa seorang anggota polisi diduga menjadi bandar narkoba menunjukkan adanya kegagalan sistem pengawasan di Polres Majene. Dalam konteks ini, tanggung jawab pimpinan wilayah tidak bisa dihindari,” tegas Kadi, Ketua PTKP HMI Cabang Majene, dalam keterangannya, Selasa (16/12/2025).
Secara normatif, HMI menegaskan bahwa dugaan perbuatan tersebut selain melanggar Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, juga bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 tentang Disiplin Anggota Polri, serta Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri.
Atas dasar itu, HMI secara tegas mendesak Kepolisian Negara Republik Indonesia melalui Kapolri untuk mencopot Kapolres Majene sebagai bentuk tanggung jawab komando atas lemahnya pembinaan dan pengawasan internal. Selain itu, HMI juga meminta Polda Sulawesi Barat melakukan evaluasi menyeluruh, objektif, dan terbuka terhadap jajaran Polres Majene.
“Pencopotan Kapolres bukan bentuk kebencian terhadap institusi Polri, melainkan langkah konstitusional untuk memulihkan kepercayaan publik. Jika Polri serius memerangi narkotika, maka pembersihan harus dimulai dari dalam,” lanjut Kadi.
HMI juga menuntut penegakan hukum yang transparan dan tanpa pandang bulu terhadap oknum yang terlibat, baik melalui proses pidana umum maupun sidang kode etik, hingga pemberian sanksi tegas sesuai peraturan perundang-undangan. Selain itu, HMI mendorong keterbukaan informasi kepada publik terkait perkembangan penanganan kasus tersebut.
(Adm)











