MAMUJU, – Angka kasus kusta baru di Indonesia pada tahun 2016, dilaporkan 16.826 kasus dengan angka prevalensi 0,71 per 10.000 penduduk. Angka tersebut menjadikan Indonesia berada diperingkat ke-3 di dunia setelah India dan Brazil. Provinsi Sulawesi Barat termasuk 9 provinsi yang memiliki prevalensi penyakit kusta diatas 1 per 10.000 penduduk dan ditargetkan untuk eliminasi pada tahun 2019. Sementara Mamuju termasuk 139 kabupaten yang memiliki angka prevalensi sama atau lebih besar dari 1 per 10.000 penduduk pada tiga tahun terakhir. Melihat data tersebut, Dinas Kesehatan Kab. Mamuju melakukan advokasi, sosialisasi dan pelatihan singkat dalam rangka intensifikasi penemuan kusta dan frambusia.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Mamuju yang disampaikan oleh Wakil Bupati Mamuju, H. Irwan SP. Pababari saat menjadi narasumber dalam kegiatan yang berlangsung di Marannu Golden Hotel pada Sabtu 7 April tersebut, angka prevalensi kusta per 10.000 penduduk pada tahun 2017 yang tertinggi dari semua kecamatan di Kabupaten Mamuju yaitu Kecamatan Sampaga dengan angka 3,8 lalu Papalang 2,9 kemudian Tapalang 1,4, Tommo’ dan Kalumpang 0,8 lalu Kalukku’ 0,7, Mamuju 0,6 dan Simboro 0,3, sementara Tapalang Barat, Bala-balakang dan Bonehau berada di angka 0,0.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Irwan Pababari menyebut, kemungkinan besar masih ada penderita kusta yang belum terdata, mengingat kebiasaan masyarakat di Mamuju yang masih malu jika mengidap suatu penyakit dan tidak ingin diketahui, dari itu kepada semua pihak baik Pemerintah Desa/Lurah bersama tenaga kesehatan untuk lebih intensif lagi melihat penderita yang ada dipelosok-pelosok.
“Jadi memang kebiasaannya masyarakat disini itu malu kalau punya penyakit begitu, jadi dibiarkan saja didalam rumah, nah ini yang mesti lebih gencar di deteksi apalagi di daerah-daerah pelosok. Jadi saya minta teman-teman pemerintah desa dan yang di puskesmas itu lebih intens lagi. Terlebih tiga kecamatan yang datanya tadi nol koma nol, itu saya belum yakin disana benar-benar tidak ada penderita kusta, jadi tolong lebih gencar lagi.” Kata Irwan.
Ia bahkan berharap kedepannya ada tim atau kelompok yang dibentuk dari unsur pemerintah desa juga tenaga kesehatan di desa yang berkolaborasi menyasar kesudut kampung untuk melihat cirri-ciri penyakit menular ini. “jangan sampai mereka sudah posisi cacat baru kita lakukan penanggulangan, pasti akan lebih sulit lagi.” sambungnya.
Lebih lanjut mengenai penyakit Kusta, Kepala Dinas Kesehatan, dr. Hajrah As’ad mengatakan, penyakit ini merupakan penyakit menular yang dapat menyebabkan kecacatan apabila tidak ditangani. Olehnya itu, pelatihan yang pihaknya lakukan agar dapat lebih intens menemukan kasus tersebut sehingga dapat segera ditangani dan tidak sampai cacat.
“Hari ini adalah bagaimana kita menemukan dan mencegah, supaya dia tidak masuk ke tingkat cacat. Kalau diobati dengan tuntas dia tidak akan cacat. Kalau kita menemukan dia masih dalam bentuk bercak itu masih bisa di cegah.” Terang Hajrah.
Untuk diketahui, kegiatan advokasi, sosialisasi dan pelatihan singkat tersebut diikuti sebanyak 60 peserta dari unsur Kementrian Kesehatan, Dinkes Provinsi, lintas sektor dan lintas program, kepala puskesmas, juga camat dan kepala desa/lurah.
(Advertorial/Hms/Dian/Lal)