SULBARPEDIA.COM,- Komunitas Gerakan Perempuan Penting (GPP) Sulawesi Barat (Sulbar) melaksanakan sosialisasi percepatan penurunan stunting. Kegiatan ini sebagai upaya penurunan angka prevalensi stunting yang masih tinggi di Sulbar.
GPP Sulbar menghadirkan sejumlah pemateri kompeten seperti Ketua Komunitas Peduli Perempuan (PPS) Sulbar Hastuti Indriani Soemaryo, Perwakilan Dinas Kesehatan dr Indahwati Nursyamsi dan perwakilan BKKBN Sulbar Tamin. Sosialisasi yang disponsori perusahaan merica putih Ladata’ ini berlangsung di Aula Kemenag Sulbar, Sabtu (7/10/2023).
Kegiatan ini diikuti ratusan peserta di antaranya ibu-ibu Bhayangkari, ibu Persit, kader Posyandu, komunitas emak-emak serta sejumlah tokoh perempun Sulbar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Penanggung jawab kegiatan, Irma mengatakan angka stunting di Sulbar masih terbilang tinggi. Sehingga komunitas perempuan penting ikut membantu pemerintah dalam menurunkan kasus stunting tersebut.
“Dengan kondisi stunting yang tinggi membuat kita harus makin semangat, menyadarkan kita untuk mulai bergerak. Untuk itu perlu keroyokan government, pemerintah keroyokan, semua stakeholder harus ikut turun menangani stunting,” kata Irma
Sementara itu, Sekretaris Dinkes Sulbar dr Indahwati Nursyamsi dalam paparannya menyampaikan kiat mengatasi kasus stunting adalah menunda pernikahan dini. Termasuk harus melibatkan keluarga dan masyarakat dalam upaya penumpasan stunting.
dr Indah menuturkan ada tiga cara mengatasi stunting. Di antaranya sosialiasi dan edukasi tentang bahaya pernikahan dini serta dampak yang bisa ditimbulkan.
“Kedua pendidikan dan keterampilan, yaitu
dengan memberikan pendidikan dan keterampilan yang cukup kepada perempuan agar lebih memahami hak-hak mereka dan mampu meraih impian pada masa depan yang cerah. Ketiga pembentukan community-based support group yakni pembentukan komunitas perempuan berbasis dukungan, dapat membantu memperkuat pengetahuan mereka tentang kesehatan reproduksi, pendidikan, dan hak-hak mereka, sehingga dapat mengurangi kecenderungan menikah di usia muda” paparnya.
Selain keluarga, lanjut dr Indah, masyarakat juga harus turut serta memperkuat penanganan masalah pernikahan dini. Berbagai upaya seperti membuat program keterampilan kerja dan usaha mandiri bagi perempuan, dan mendorong pemerintah untuk memberikan perlindungan hukum terhadap pernikahan usia dini, dapat membantu menurunkan angka pernikahan dini di Indonesia.
“Namun sampai saat ini masih ada beberapa hambatan dalam upaya menunda pernikahan dini. Seperti tekanan sosial dan budaya, kurangnya akses pendidikan dan pekerjaan untuk perempuan, serta kemiskinan. Oleh karena itu, dibutuhkan solusi yang tepat untuk menangani hambatan tersebut,” jelasnya.
dr Indah menambahkan, selain akses pendidikan gratis bagi anak-anak perempuan dan program keterampilan kerja sehingga perempuan bisa mandiri, mobilitas migrasi juga harus dibatasi oleh pemerintah yang kalau tidak dilakukan bisa mempengaruhi dan menyebabkan anak perempuan tergesa-gesa menikah.
“Peran masyarakat sangat penting dalam menyukseskan program menunda pernikahan dini. Dengan edukasi yang tepat, pembentukan komunitas berbasis dukungan, dan perlindungan hukum yang kuat, diharapkan angka pernikahan dini bisa turun dan anak-anak bisa terhindar dari risiko dampak negatif yang ditimbulkannya.” terangnya.
(rls/adm)